Senin, 26 Desember 2011

Penantian Tiada Arti


(Teruntuk Orang Yang Ku Sayangi)


          “Dalam penantian berutas panjang, hatiku kian menjerit bersama sapuan angin kerinduan yang mengalunkan keresahan yang melesukan sukma dan badan. Sungguh aku mendambakan kedamaian”

Assalamu’alaikum,,,,,

          “Ku goreskan tinta hitam ini di atas lembaran kertas putih tiada arti dengan penuh kehati-hatian. Tujuh bulan sudah ku lewati hari-hari tanpa mu. Hari terlewati, minggu terlewati, bahkan bulan pun terlewati. Akhirnya ku bisa tuliskan isi hatiku diatas lembaran ini. Hanya dan teruntukmu seorang yang amat dan sangat aku cintai.


“Sandra, kegelisahan hatiku ini tiada mungkin sirna dari panoramanya dan kian lama semakin menjadi-jadi tercambuk amarah cinta yang meleda-ledak. Jikakah aku sanggup memisah pertautan jiwa dan ragaku, mungkin detik ini juga akan aku tunaikan. Akan tatapi, aku takut mendurhakai Tuhan. Aku masih ingin mengapdi pada-Nya sampai jeda hayatku berakhir atas kehendak-Nya.

“Malam 16 maret dulu. Ya, adalah malam dimana ku tak berhak lagi memanggilmu Cinta, dan juga merupakan malam keterasinganku dari dunia nyata dan meninabobokkanku diatas ranjang alam bawah sadar. Benar, sampai saat ini pun aku masih pulas olehnya, sehingga aku sulit mengenali siapakah diriku sebenarnya? Apakah aku sang pencinta yang terkapar diatas duri-duri keputusan? ataukah mungkin aku ini sang perindu yang dilarutkan arus patah semangat karena hasrat yang tersumbat?”

“Sandra, sudah beberapa kali aku coba tuk melupakanmu dengan melempar lirikan mata dan hatiku pada kaum hawa, namun perasaan yang bersemayam dalam hatiku enggan mengukir dan merangkaikan kata-kata indah, karena gelora cinta yang menderu – deru dalam hatiku hanya menyuarakan satu kata cinta yang berimbuan kesetiaan dan bermajmuk tingkatan kasih sayang terhadapmu seorang.”

“Aku tidak mengada-ada, apalagi mendustaimu. Sungguh, itulah nyanyian hatiku yang syahdu mengumandangkan syair-syair harapan dalam menggapai mutiara hatimu yang kendati sinar cahayanya bukan untukku, tapi aku telah melihatnya dan terpesona olehnya.”

“Tidakkah engkau merasakan semua itu, Sandra, getaran cinta yang semakin kuat yang mengalir dari denyut nadiku bersama iringan denyut jantungku dalam setiap jaga dan tidurku.

“Alangkah malangnya nasibku, cinta yang tumbuh subur diladang kasihku telah engkau sirami dengan derai bara dan kemudian engkau tebang dengan kapak buatan makhluk alam gaib yang mengerikan.”

“Sandra, bilakah engkau tau, aku mencintaimu bukan hanya sekadar cinta yang didasari oleh nafsu belaka, tapi aku sungguh mencintaimu Fillah. Ya, aku mencintaimu karena Allah dan aku mencintaimu dengan dasar cinta, cinta dan cinta yang ada di dalam naunga-Nya. Karena aku mencintai, bukan melampiaskan.

“Sandra, aku curahkan semua ini kepadamu bukan karena impian yang membumbung tinggi yang siap jatuh ke dalam jurang derita lara,  tapi inilah kebenaran hatiku yang tiada sanggup aku lantunkan dengan bahasa ibu, karena keberanianku dalam merangkai kata dengan ketupan bibir telah terhempas badai kecintaan yang jika akun terjang akan melemparkanku jauh  dari dirimu dan terbui dibalik deruji besi tangis yang menyesakkan dada.”

“O,, kekasih banyangan yang menebar kesuraman di ruang hatiku! Hari ini telah aku bisikkan kebenaran hatiku kedalam lorong lorong hatimu, hari keterpaksaan telah menuntun langkahku tuk menumpahkan isi hatiku yang penuh dengan benih-benih cinta, kerinduan dan kasih sayang seorang anak manusia yang dilanda asmara karenamu. Dihari ini pula, aku telah siap menerima makian yang bertubi-tubi dari bibir manismu yang memahitkan rasa dan hujatan yang terbesit dari ekpresi rona mukamu yang melukiskan kebencian matahari pada mendung kelam .”

“Ya, kekasih banyangan yang membelunggu hasrat suciku, telah aku sadari betapa diri ini yang jauh dari kesempurnaan anak Adam alangkah cerobohnya menyita di ambang jalur yang tak bermuara.”

“Janji setiaku tuk tak mengulang kata telah lebur bersama panas timah kegelisahan, sehingga lonceng bejana kasih kembali berbunyi nyaring dan panah asmara kian gencar terlepas dari busurnya tuk menghujani batu karang yang terbuat dari baja.”

“Sandra, bilakah engkau tercipta bukanlah milikku, bilakah engkau lahir untuk menorah duka lara dihatiku, bilakah engkau datang dan pergi hanya untuk melukai perasaanku, ialah kemalangan nasibku yang termaktub dalam buah pena lauhil mahfudz.”

“Sandra, sugguh diri ini tiada sanggup melupakanmu, karena kecintaanku terhadapmu telah menutup mata dan telingaku dari keindahan yang lain. Maka, dengan tetes air mata kepedihan, aku persilahkan kepadamu untuk menjauhi diriku yang teramat lemah dan serba kekurangan ini supaya kecintaanku kepadamu takkan menjulang tinggi, setinggi gunung himalaya, karena saat ini kecintaanku terhadapmu telah menjulang tinggi setinggi gunung muria. Sebab aku takut jika ibarat kecintaanku sampai menggunung-gunung, makaletusannya akan membahayakan dan engkau juga akhirnya yang terkena imbasnya.”

“Sandra, aku tak menginginkan ada keterpaksakaan mengilhami langkahmu, karena itu tidak ingin ada penghianatan darimu, karena itu sangat aku takutkan. Jika kau memang tak bisa menerima cintaku, bahkan untuk mencintaiku, ungkapkan saja kebenaran hatimu. Akan tetapi, maaf, jika itu yang terjadi, maka izinkan aku menjadi diam seribu bahasa terhadapmu. Sebab, kalau aku masih dekat denganmu atau saling menyapa, maka sungguh kekuatanku untuk dapat melupakan mu akan bertambah lemah lagi.”

“Sandra, kau tidak bersalah, jika kau tak dapat memenuhi harapanku tuk menjalin kasih denganmu. Tapi sekali lagi maafkan aku, maafkan aku jika terpaksa menjalankan keputusanku tuk jauh darimu. Sungguh aku mohon maaf, berjuta-juta maaf aku harapkan dirimu, sebab perlakuan tersebut sebenarnya sangat bertentangan dengan hati nuraniku yang paling dalam.”

“Biarkanlah diri ini menopang kalbu dan sunyi dari peluk sapamu, Sandra, karena mungkin itu lebih baik bagiku tuk melerai amarah cinta. Biarkanlah aku meratapi kemelaratan hati ini dan jauh dari bayang-bayangmu, karena ku tak ingin perasaanku semakin berbunga-bunga dan pada akhirnya layu, mengering dan jatuh berceceran tanpa guna.”

“Sandra, kan kututup lembaran kasih hampa ini dengan sebuah permohonan doa yang terucap dari relung hatimu, semoga aku sanggup melupakanmu dan dapat hidup bahagia bersama yang lain, amin.”

                                            $26nbsp;     

Dari : Moch Hifni, yang lemah tiada daya.

         
         

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes